PGA Berharap Indonesia Ratifikasi Statuta Roma
Parliamentarians for Global Action - PGA, jaringan anggota parlemen yang berasal dari 130 negara mengajak Indonesia untuk segera meratifikasi Statuta Roma. Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia dukungan Indonesia akan berpengaruh bagi upaya organisasi ini untuk merangkul negara lain.
"Kalau Indonesia sudah meratifikasi maka kita akan menjadi negara yang paling besar diantara negara-negara yang sudah meratifikasi dan itu barangkali kenapa Presiden PGA sangat ingin kita ikut, supaya bisa menambah bargaining chip untuk dapat melobi negara lain, termasuk AS," kata anggota Komisi III Eva Kusuma Sundari disela-sela kegiatan Round-Table Discussion on the International Criminal Court - ICC di Gedung Nusantara III DPR RI, Selasa (14/5).
Eva yang juga anggota PGA ini menyebut sikap pemerintah yang belum satu kata membuat proses ratifikasi berlarut-larut. Informasi yang dipelorehnya karena Kementrian Pertahanan masih keberatan. "Draf-nya belum bisa dikirimkan pemerintah ke DPR karena katanya ada hambatan dari Kemenhan," ungkapnya.
Sementara itu dalam paparannya Presiden PGA Ross Robertson menyebut ada kesalahpahaman dalam memaknai Statuta Roma yang menjadi landasan bagi lahirnya International Criminal Court atau Mahkamah Pidana Internasional. "ICC hanya menangani kejahatan dengan skala besar seperti genocida. ICC tidak menyangkut insiden satuan tapi serangan yang sifatnya meluas dan sistimatik karena ICC bukanlah pengadilan HAM," papar Ross yang juga anggota parlemen dari Selandia Baru ini.
ICC tidak akan bersifat retroaktif (berlaku surut) dalam menangani perkara, jadi fokus pada kejahatan serius di masa datang setelah statuta diratifikasi. "Keuntungan lain apabila telah menjadi negara pihak, maka Indonesia akan memiliki pengaruh langung dan dapat mengusulkan hakim untuk ICC," pungkas dia. (iky)/foto:iwan armanias/parle.